Friday, March 6, 2015

Sinopsis Heart to Heart Episode 14 Part 2


Setelah Se Ro, gantian Profesor Uhm yang mendatangi Yi Suk di apartemennya. Baru masuk, Profesor Uhm sudah mengomel karena bau alkohol yang sangat menyengat. Bukannya bangun, Yi Suk malah berubah posisi membelakanginya. Profesor Uhm minta Yi Suk segera bangun dan mulai memintanya mengungkapkan hal yang paling membuatnya sulit. Apa karena membuat saudara meninggal, ibunya sakit atau karena ia mencintai seseorang yang membunuh kakaknya?


“Profesor, penyebab anthrophobia Cha Hong Do pasti karena kebakaran itu kan? Ketika Young Ji digiring dengan mobil polisi saat itu, orang-orang menyalahkannya, mencacinya. Tiba-tiba mengubah namanya dari Young Ji ke Hong Do, semua itu pasti karena bekas lukanya. Beberapa orang mungkin berpikir Young Ji membunuh saudaraku.. tapi itu kesalahanku,” aku Yi Suk yang terisak. Ialah yang membunuh Hyung-nya dan membuat Hong Do serta neneknya hidup dalam rasa sakit serta ketidaknyamanan.


Profesor Uhm menyangkalnya, kenapa kau berpikir begitu? Yi Suk yang terus menangis dan menunduk berharap Hyungnya tak keluar dari tong itu. Ia menutupnya rapat dan berharap tak pernah melihatnya lagi. Yi Suk merasa iri dan membencinya karena dia lebih baik dalam segala hal.


Profesor Uhm menenangkannya, itu karena Yi Suk masih kecil. Yi Suk tak seharusnya keras pada diri sendiri, dan ia sudah melakukannya dengan baik sampai sekarang. Profesor Uhm minta Yi Suk memaafkan dirinya yang berusia 12 tahun. Jika tak bisa memaafkan diri sendiri, bagaimana Yi Suk bisa memaafkan orang lain? Memaafkan bukan sesuatu yang dilakukan orang lain lebih dulu, ujar Profesor Uhm bijak sambil menepuk-nepuk bahu Yi Suk.


Kakek sudah pulang lebih dulu, jadi Butler Ahn menawarkan diri mengantar Hong Do pulang, lagipula ada yang ingin ia bicarakan. Meski awalnya enggan, Hong Do menurut juga. Di jalan, Butler Ahn minta agar Hong Do jangan menyerah begitu saja pada Yi Suk, dia membutuhkan seseorang yang akan merangkulnya. Setelah Il Suk meninggal, Kakek, Ayah, dan Ibunya semua mengalami masa sulit untuk mengurus masalah mereka sendiri. Mereka tak punya waktu untuk memperhatikan Yi Suk lebih dalam. Pasti sulit untuk menahan semua sendirian, dia mengkhawatirkan ibunya, tapi juga belajar sendiri dengan baik.


Hong Do tak yakin bisa merangkul Yi Suk karena ialah yang membuatnya tersiksa. Ia hanya akan membuat hidup Yi Suk sulit. Butler Ahn minta Hong Do tak memikirkan itu, pikirkan saja Yi Suk. Terlepas dari kejadian masa lalu yang bahkan tak diingat Hong Do, Yi Suk tak akan mengecammu. “Percayalah dan tetap di samping Yi Suk,” pinta Butler Ahn yang tak tega pada penderitaan Yi Suk selama ini. Dirinya berbeda dengan Kakek, ia merasa Yi Suk dan Hong Do harus bersama. “Cha Hong Do-ssi, kau tidak salah,” ujar Butler Ahn meyakinkan.


Doo Soo sama sekali tak konsentrasi pada pekerjaannya dan pergi menelepon. Detektif Yang tau siapa yang dikhawatirkan Doo Soo berteriak untuk mengingatkan Se Ro yang berjanji mengatur kencan buta untuknya, kepalanya sudah jatuh dari leher karena menunggu! Hahaa.


Se Ro menunggu Hong Do di rumahnya sampai kedinginan. Ia menunggu telpon Hong Do, tapi malah Doo Soo yang terus menelpon (uhukk!). Doo Soo menyuruh Se Ro menghubungi Oppanya, mungkin mereka sedang bersama. Se Ro tak bisa, jika ia memberitahu Hong Do tak ada di rumahnya, Oppanya akan khawatir.  Mereka harus menemukannya dan meyakinkan Oppanya.


Se Ro mau menutup telponnya kalau-kalau Hong Do menelpon, tapi Doo Soo menahannya, menyuruhnya menunggu di mobil, kau sudah menggigil selama berjam-jam (Aww!). Se Ro tak bisa pergi, tak ada tempat untuk parkir. Ia malah menyuruh Doo Soo cepat mencari Hong Do, kau seorang polisi kan? Kalau perlu kau harus memeriksa semua CCTV di negara ini. “Dia punya cara yang aneh untuk membuatku merasa bersalah,” gumam Doo Soo setelah menutup telponnya.

Hong Do pergi ke rumah sakit yang sepi dan gelap. Ia hanya menyalakan lampu meja, dan semua ingatannya akan Yi Suk muncul di semua sudut ruangan. Perkataan Butler Ahn untuk percaya dan tetap di samping Yi Suk terus terngiang di pikirannya.

 
Saat itu, Yi Suk menelponnya. Hong Do menyentuh ponselnya ragu sebelum mengangkatnya. Yi Suk bertanya di mana Hong Do, ia akan menyusulnya sekarang. Baru menutup telponnya, ponsel Yi Suk berbunyi, Doo Soo menelponnya mengajak bertemu. Yi Suk mendengus dan menyuruhnya mengambil nomor antrian, ia akan bertemu Cha Hong Do lebih dulu. “Dan aku mengatakan ini agar kau tak terlalu berharap, tapi kami tak akan putus,” ujar Yi Suk lalu menutup telponnya. Tinggal Doo Soo yang ngedumel, kenapa kakak beradik ini selalu menutup telpon lebih dulu? Hahahaa..


Tenang karena Yi Suk akan bersama Hong Do, Doo Soo membawa Se Ro makan sesuatu yang hangat. “Jika kau kedinginan, setidaknya kau harus masuk mobil. Jika kau lapar, kau harus memberi makan diri sendiri. Kenapa kau berdiam diri di luar seperti itu?” omel Doo Soo perhatian (ihiiyy!). Se Ro senang Oppanya bertemu Hong Do. Ia yakin itu bukan kesalahan Hong Do, nasib buruk hanya terjadi padanya, seperti yang terjadi di keluarganya. Menurutnya tak seharusnya mereka menyerah atas kebahagiaan saat ini karena kemalangan di masa lalu.

 

Tapi menurut Doo Soo orang lain tak berpikir seperti itu, masalah ini bukan hanya di antara mereka. “Apa kau memang ingin Oppaku putus dengan Hong Do unni?” tanya Se Ro kesal. Doo Soo menyangkal. “Jadi kenapa kau terus mencoba untuk merusaknya? Kau punya niat jahat di dalam,” balas Se Ro tajam. Doo Soo tentu tak terima dan mereka berdebat karena hal ini. Mereka saling membentak seperti anak kecil yang bertengkar, dan tentu saja Doo Soo kalah. Se Ro tersenyum penuh kemenangan, ia ingin melihat Doo Soo marah.. dan berhasil. Malah Se Ro menyuruhnya lebih marah lagi. Kali ini Doo Soo tak menanggapi dan menyuruh Se Ro makan saja.


Yi Suk datang dan mendapati Hong Do duduk di posisinya. Hong Do ingin memberikan konseling, dan mempersilakan Yi Suk sebagai pasiennya untuk duduk. Yi Suk menurut, ingin melihat apa yang bisa Hong Do lakukan.


“Gejala apa yang kau miliki?” tanya Hong Do. Yi Suk menghela napas panjang sebelum menjawab kalau ia mengalami kesulitan tidur. Bahkan jika tidur, ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Hong Do menyarankan untuk olahraga. Yi Suk tertawa, tapi tak lama ia serius meminta maaf karena sudah berteriak. Ini bukan kesalahanmu, jadi tak perlu bertanggung jawab.

“Kau menderita insomnia,” ujar Hong Do memberi diagnosis. “Sejak kapan kau mengalami kesulitan tidur?”


Yi Suk tertawa lagi, itu mengingatkannya tentang Young Ji saat ia masih kecil. Kau benar-benar anak nakal, tapi bagaimana bisa kau jadi sangat jelek? Hong Do senang mendengar Yi Suk kembali mengoloknya, tapi kemudian Yi Suk serius lagi. Ia menyalahkan Hong Do karena ia merasakan sakit. Sejujurnya sudah lama ia merasa bersalah karena kematian kakaknya, jadi apa yang ia katakan untuk Hong Do sebenarnya untuk dirinya sendiri.


“Go Yi Suk, apa yang akan kau lakukan? Bagaimana kau akan bertanggung jawab? Kau menghancurkan hidup Cha Hong Do. Bagaimana kau akan membayarnya?” gumam Yi Suk sedih.


“Aku tak akan lari. Karena kau sakit, sampai kau memberitahuku untuk berhenti bertemu, aku akan tetap di sisimu. Aku akan lebih menyukaimu setiap saat. Lebih dari kemarin, dan akan lebih lagi besok. Aku akan lebih menghargaimu, dan aku akan sangat menyukaimu,” janji Hong Do. Perlahan senyum Yi Suk mengembang, “Kau pandai memberikan konsultasi, Dokter.”


Yi Suk mencoba membujuk Kakeknya untuk memaafkan Young Ji yang baru berusia 6 tahun, apa kau ingin menyalahkan anak sekecil itu? Menurut Kakek, Yi Suk terlalu cepat memaafkan, ia bahkan tak merasa kasihan sedikit pun pada anak itu. Kakek tak butuh permintaan maaf. Ia tak ingin melihat anak itu lagi dan minta Yi Suk berhenti membuat masalah dan menyerahlah tentang Hong Do.

Yi Suk tetap membela Hong Do yang melakukan kesalahan karena masih kecil dan tidak tau. Ia tak bisa menyerah tentangnya. “Jadi Kakek, tutuplah matamu dan berpura-puralah kau tak melihat,” pinta Yi Suk. Kakek menganggap sama saja Yi Suk menyuruhnya mati, ia bisa melihatnya dengan jelas, bagaimana bisa ia berpura-pura tak melihatnya?


“Lalu haruskah aku pergi dari rumah ini? Haruskah aku pergi ke negara lain bersama Hong Do?” ancam Yi Suk. Kakek tak suka Yi Suk mengancamnya, jika ia tak memperbolehkan Yi Suk bertemu dengannya apa berarti Yi Suk akan memutus hubungan dengan keluarganya. Itu membuat Kakek marah dan berteriak, “Aku akan menolakmu dan menganggapmu tak ada! Keluar! Aku tak ingin melihatmu, jadi pergilah!” Karena terlalu marah, jantung Kakek tak kuat menahan dan kembali mendapat serangan. Yi Suk panik dan segera berteriak memanggil Butler Ahn,


Profesor Uhm pergi mengecek ruangan Yi Suk dan menemukan Hong Do di sana. Kata Hong Do, Yi Suk akan segera datang. Profesor Uhm senang mendengarnya dan akan memberikan beberapa tips. Ia memberitahu kalau Yi Suk memiliki rasa rendah diri, itu sebabnya dia lemah pada pujian, jadi pujilah dia sesering mungkin dan katakan hal-hal yang ingin didengarnya agar kau akan tetap bisa berpegangan erat pada dirinya. “Sama seperti Kakek, itu turun temurun,” bisik Profesor Uhm sambil tertawa. Hong Do ikut tertawa.


Tapi tetap saja Profesor Uhm khawatir dan bertanya apa Hong Do baik-baik saja? Hong Do mengiyakan. Profesor Uhm berpesan meskipun kau mengakui kesalahanmu, jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Jika kau terus bergantung pada hal itu, kau tak bisa maju dan malah akan sakit, jadi apa yang terjadi kalau kau putus dengan Go Yi Suk? Memangnya ia satu-satunya pria di dunia ini? Dunia ini besar dan ada banyak laki-laki.


Hong Do hanya tertawa dan berterimakasih. Namun bergumam ‘Tapi hanya ada satu Go Yi Suk’, setelah Profesor Uhm pergi.


Yi Suk dan ibunya menunggui Kakek di ICU. Serangan berkali-kali membuat jantung Kakek sangat lemah sekarang. Pertama terjadi 23 tahun lalu, dan itu menyisakan luka di hati ibu untuk waktu yang lama. Bahkan jika ibu dan kakek bisa memaafkan anak itu, mereka tak bisa menerimanya. Ibu tak bisa kehilangan Yi Suk juga karena anak itu. Ibu minta Yi Suk melakukan apa yang ia minta, jangan membuatnya kehilangan dirinya juga.


“Setelah membuat Kakek seperti ini apa kau akan tetap pergi ke anak itu? Ini sama untuknya, apa dia bisa menerimamu? Dan apa kalian berdua bisa bahagia? Putus adalah hal yang benar, Yi Suk. Demi semua orang, itu yang terbaik,” ujar Ibu. Yi Suk hanya diam mendengarkan sedari tadi. Ia tau harus melakukannya, tapi membayangkannya saja sudah membuatnya merasa berat.


Hong Do terus menunggu Yi Suk sambil merajut, tapi yang ditunggu tak juga datang.


Se Ro selesai syuting dan akan pulang, tapi mobilnya tak mau menyala. Sedang kebingungan, Doo Soo menelponnya, bertanya apa Yi Suk dan Hong Do bertemu dengan baik kemarin. Menurut Se Ro sepertinya begitu, tapi apa kau menelpon untuk menanyakan hal itu? Doo Soo merasa ada yang tak beres, tapi Se Ro yang malas merepotkan berkata ia tak apa-apa, jangan khawatir.


Doo Soo menawarkan diri untuk datang jika ada masalah. Se Ro menolak, kau tak perlu datang. Tapi Doo Soo tetap ingin datang dan minta Se Ro menunggunya. (Aww, sekarang kok jadi kebalik gini sih? Se Ronya nggak mau ngejar-ngejar lagi, malah Doo Soo yang dateng terus, hahaa.)


Doo Soo benar-benar datang, dan dengan sedikit sentuhan, mobil Se Ro kembali menyala. Se Ro kesal sendiri pada mobilnya yang mengkhianatinya. Ia berterimakasih dan berkata Doo Soo bisa pergi sekarang. Doo Soo tak tampak ingin pergi, jadi Se Ro bertanya, “Aku bisa melakukannya sendiri, lalu kenapa kau khawatir? Bersikap seperti ini pada orang yang tak berarti untukmu?”


Doo Soo hanya datang karena Se Ro dalam kesulitan. Ponsel Se Ro berbunyi, ahjumma yang menangis memberitahu kalau Kakek di RS sedang tidak sadar, dia koma. Se Ro panik dan akan langsung pergi ke RS. Doo Soo tau Se Ro dalam kondisi yang tak baik untuk menyetir, dan dengan gentle ia menyuruh Se Ro pindah ke kursi penumpang. Ia yang akan menyetir. Ihiiw!


Di lorong rumah sakit, Yi Suk menguatkan dirinya sebelum menelpon Hong Do. Hong Do senang akhirnya Yi Suk menelponnya, tapi kabar dari Yi Suk kalau Kakek tak sadarkan diri membuatnya kehilangan harapan. “Apa menurutmu kita bisa benar-benar bersama jika seperti ini? Aku bisa melakukannya karena aku bukan orang baik, tapi kau tak bisa. Benar, kan?” tanya Yi Suk lirih, air mata yang ditahan-tahannya keluar juga. Yi Suk minta maaf, “Kurasa aku tak bisa bersamamu. Maafkan aku. Maafkan aku, Hong Do.”

 

Hong Do hanya mendengarkan dengan mata berkaca-kaca. Belum sempat ia mengatakan apapun, Yi Suk sudah menutup telponnya. Yi Suk terduduk dan menangis sendirian di lorong rumah sakit yang sepi. Tak ada harapan lagi untuknya dan Hong Do. (Oh God, don’t cry Yi Suk-ah, you break my heart into pieces..)


Hari-hari berikutnya Hong Do terus datang ke rumah sakit, melakukan apapun sambil menunggu Yi Suk. Mengganti air di vas bunga, menyapu, menyiram tanaman, merajut. Tapi Yi Suk tak datang, juga tak menghubunginya. Hong Do menandai berapa banyak hari yang ia lalui tanpa Yi Suk di kalendernya. Saat hari keempat, akhirnya Yi Suk mengiriminya pesan. Saat itu Kakek sudah kembali ke rumah.


Tak peduli seberapa keras kita mencoba, ada gunung yang tak bisa kita lewati. Nanti, jika kita dilahirkan kembali dan bertemu lagi.. maka kita tidak akan jatuh cinta lagi.

 

Seperti itulah mereka berpisah. Dunia seolah berakhir untuk Yi Suk. Ia hanya bergelung di tempat tidurnya tanpa melakukan apapun. Saat ibunya datang menyiapkan makanan, membereskan kamarnya, Yi Suk tak bangun sama sekali. Se Ro malah sudah membangunkan Oppanya dengan segala cara, tapi tetap saja Yi Suk tak mau membuka matanya.


Sementara Hong Do terus berusaha menjalani hidupnya seperti biasa, meski air mata terus datang setiap saat, menghentikannya dari apa yang sedang dilakukannya. Tak bisa melakukan apapun, Hong Do memilih tidur meski matahari masih kuat bersinar di luar sana.


Yi Suk yang tak sanggup lagi meminta izin kakeknya untuk menemui Hong Do untuk terakhir kalinya. ‘Aku tidak mengucapkan selamat tinggal dengan benar. Dia menunggu, dan aku juga. Karena itu untuk terakhir kalinya, tolong izinkan.’ Kakek membiarkannya. Meski Kakek ingin tetap menutupi hal-hal yang perlu ditutupi. Butler Ahn tak sependapat, ini kehidupan Yi Suk. Seharusnya ia memberitahu Yi Suk dengan benar siapa yang salah. Bukankah seharusnya Kakek memberinya kesempatan untuk membuat keputusan tentang apa yang harus ia lakukan? Kakek tak menjawab, hanya meminta Butler Ahn mengambilkan obatnya.

 

Hong Do keluar dari rumahnya. Yi Suk sudah menunggunya di jembatan batu, tersenyum sedih sambil menyodorkan buket bunga yang dibawanya. Hong Do segera turun dan mendekat, tapi langkahnya terhenti sebelum persis sampai di hadapan Yi Suk. Mereka tau ini akan jadi yang terakhir, tapi masing-masing berusaha menyembunyikan kesedihannya.


“Peluk aku,” ujar Yi Suk sambil merentangkan tangannya. Hong Do mendekat tanpa ragu, dan mereka berpelukan tanpa kata.


Mereka berjalan bergandengan di jalan setapak bersalju yang sepi. “Kau kedinginan kan?” tanya Yi Suk. Hong Do menggeleng. Yi Suk minta Hong Do jangan menahannya di dalam, lupakan semua dan hiduplah dengan bangga. Jangan pernah sembunyi lagi. Hong Do berjanji, ia akan berusaha keras.

“Kau tak bisa melakukannya hanya dengan berusaha keras. Kau harus melakukannya dengan memberikan semua yang kau miliki dalam hidupmu. Kau tak perlu berpura-pura lagi.”


Gantian Hong Do, ia berharap Yi Suk tak minum banyak lagi. Obati ibu dan kakek dengan baik. Obati pasien dengan baik, dan jadilah terkenal lagi, jadi Hong Do bisa melihatnya di TV. Yi Suk mengangguk. Ia menghentikan langkahnya dan merapikan syal Hong Do, khawatir Hong Do kedinginan. Yi Suk menangkup wajah Hong Do di tangannya, dan menciumnya lembut.


“Aku mencintaimu,” bisik Yi Suk tulus lalu mencium Hong Do lagi dan memeluknya untuk terakhir kalinya. Saat itu dunia seperti berhenti berputar dan hening untuk sesaat.


Yi Suk melepaskan pelukannya, menggenggam tangan Hong Do untuk beberapa saat seolah tak ingin melepasnya, dan berbalik pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

“Aku mencintaimu,” ujar Hong Do pelan. Yi Suk tak mendengarnya.

“Aku mencintaimu.” Yi Suk masih tak mendengarnya.

 

“Aku mencintaimu!” teriak Hong Do seolah baru menemukan suaranya. Yi Suk mendengarnya. Langkahnya terhenti. Bahunya naik turun menahan tangis, tapi ia menguatkan dirinya untuk tak berbalik, dan melangkah pergi.



Komentar:
Heartbreaaaaaak! Aku udah berkali-kali nonton episode ini dan tiap saat rasanya nyesek banget dan mata mbrambangi. Bahkan pas baca recapsnya di dramabeans, tetep aja pengen nangis. Oh my oh my, Yi Suk-ah please don’t break my heart! You make me fall for you into pieces, and right now you also break my heart into pieces. Kudos buat akting Chun Jung Myung dan Choi Kang Hee! They’re both excellent, but my center of attention is of course.. Go Yi Suk. SARANGHAE, GO YI SUK! *teriak lebih kenceng dari Hong Do* :p       

No comments:

Post a Comment